Dikisahkan Sunan Kalijaga pernah berkata kepada murid
muridnya, bahwa " Wahyu Ratu Tanah Jawa akan turun di tengah Pegunungan
Selatan ( Gunungkidul Yogyakarta ) "
Kisah diawali ketika Ki Ageng Pemanahan
berhak memperoleh hadiah dari Sultan
Hadiwijaya Raja Pajang yaitu Alas Mentaok
karena keberhasilannya menundukkan
Arya Penangsang .Tetapi hadiah Tanah Mentaok
tidak segera di berikan karena menurut Sabda
Sunan Prapen yang menyebutkan bahwa di Alas Mentaok kelak berdiri sebuah
kerajaan besar dan Giri pun akan tunduk kepadanya.
Menghadapi kondisi tersebut Ki Ageng Pemanahan menjadi
muram, ingin memohon pun tidak berdaya. Akhirnya beliau mendapat nasehat dari
Sunan Kalijaga untuk laku prihatin memohon kepada Allah supaya Sultan
Hadiwijaya berkenan segera memberikan Alas Mentaok kepadanya.
Sunan Kalijaga memerintahkan kepada
Ki Ageng Pemanahan untuk bertapa di daerah
Pegunungan Selatan disamping untuk keperluan diberikannnya Alas Mentaok juga ,
guna mencari Wahyu Ratu yang diisyaratkan akan turun di daerah Pegunungan
Selatan. Kepada Ki Ageng Pemanahan diperintahkan untuk bertapa di suatu tempat
yang ada bunga yang tergantung / tersangkut di sebuah batang pohon . Akhirnya
ditemukanlah Tanah bukit dengan tanda tersebut. Kemudian Ki Ageng Pemanahan
membuka hutan tersebut dan memulai laku prihatin di tanah tersebut yang
kemudian dikenal sebagai Desa Kembang Semampir. Selama di pertapaan Kembang
Semampir , disamping laku tapa brata Beliau dan Ki Juru Martani serta Danang
Sutawijaya juga terkadang mendapat piwulang dari Sunan Kalijaga yang sesekali
datang berkunjung. Selama Di Kembang Semampir, Ki Ageng Pemanahan juga
melakukan dahwah / syiar Islam
di desa
Belimbing yang letaknya dibawah bukit Kembang Semampir. Bahkan beliau
bersama Sunan Kalijaga juga membangun masjid
di desa Blimbing tsb.Dan setelah sekian lama laku prihatin, tapa brata di
pertapaan tersebut akhirnya pada suatu hari Sunan Kalijaga berkunjung ke
pertapaannya dan berkata “ Jebeng , galo Wahyu Ratu Tanah Jawa wis katon ono
sisih Wetan “ Jebeng adalah panggilan
Sunan Kalijaga untuk Ki Ageng Pemanahan
Sementara itu jauh sebelum Ki Ageng Pemanahan bertapa di
Kembang Semampir ,Sunan Kalijaga memberikan kepada salah satu muridnya yaitu Ki
Ageng Giring III sabut kelapa kering untuk di tanam di halaman rumahnya di
daerah Paliyan Gunung Kidul. Setiap hari Ki Ageng Giring merawat sabut kelapa
tersebut dengan telaten. Akhirnya dari sabut kelapa tersebut tumbuh pohon kelapa.
Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, delapan tahun berlalu akhirnya pohon
kelapa tersebut berbuah untuk pertama kalinya. Pada saat itu Ki Ageng Giring
sedang menyadap ( nderes ) pohon kelapa tersebut, ketika ada sebuah suara
bisikan yang bersumber dari buah kelapa muda tersebut yang isinya " Hei Ki
Ageng Giring mengertilah ! Barang siapa yang meminum air kelapaku sampai habis
tanpa berhenti ( sak endegan ) kelak akan menjadi Ratu berikut keturunannya
akan menguasai Tanah Jawa.
Betapa kagetnya Ki Ageng Giring kemudian dipetiknya buah
kelapa muda tersebut dan dibawanya ke rumah untuk diminum airnya. Tapi sebelum
meminum air kelapa tersebut Ki Ageng Giring terlebih dahulu masuk ke hutan
menebangi pohon supaya nanti sepulang dari hutan bisa menghabiskan air kelapa
dalam satu tegukan ( sak endegan).
Tapi begitulah lelaku kehidupan ( takdir ) , sesampai di
rumah ternyata air kelapa muda tersebut telah diminum habis oleh saudara
seperguruannya yang datang berkunjung kerumahnya yaitu Ki Ageng Pamanahan. Yang
mana pada saat itu Ki Ageng Pamanahan baru saja menyelesaikan tapa brata laku
prihatin di Padepokan Kembang Lampir agar memperoleh petunjuk dimana wahyu
keraton berada.akhirnya langkah kakinya mengajaknya untuk berkunjung ke rumah
saudara seperguruan sekaligus sama sama keturunan darah Majapahit yaitu Ki
Ageng Giring III.
Meskipun kecewa, Ki Ageng Giring berusaha memupus semua yang
telah terjadi itu telah digariskan oleh Tuhan. kemudian Ki Ageng Giring
menceritakan kepada Ki Ageng Pemanahan bahwa wahyu Ratu Jawa ada di dalam
kelapa muda yang diminum oleh Ki Ageng Pemanahan tersebut.. kemudian Ki Ageng
Giring meminta kepada ki Ageng Pemanahan supaya kelak kerajaan diperintah
selang seling dari keturunan mereka tapi Ki Ageng Pemanahan tidak menyetujui, kemudian
Ki Ageng Giring memohon lagi diseling setelah keturunan kedua, tapi Ki Ageng
Pemanahan tetap tidak mengiyakan begitu seterusnya sampai akhirnya Ki Ageng
Giring memohon supaya keturunannya yang ketujuh kelak akan menjadi Ratu di
tanah Jawa dan Ki Ageng Pemanahan hanya bisa berkata lirih " Kakang Giring
Allahualam, besuk keadaanya bagaimana aku tidak tahu "
Dan pada kenyataannya sesuai silsilah sejarah ternyata Raja
Mataram ke 7 yaitu Sunan Pakubuwana I mempunyai darah keturunan dari Ki Ageng
Giring yang diturunkan melalui Dewi Kajoran ( Putri Panembahan Rama , bupati
Klaten ) yang dipermaisuri oleh Sunan Amangkurat I. Jadi Sri Sunan Pakubuwana I
berikut semua keturunannya mempunyai darah Pamanahan dan Giring III.
Diceritakan kembali oleh KRT Koesrahadi Sajid Jayaningrat (
JSM )
Sumber : akun Fb Jejak Sejarah Mataram
Komentar
Posting Komentar