(Menggali Pemahaman Demi Memotivasi Diri)
“You can if you think you can” atau kalau diterjemahkan
secara bebas menjadi “Kamu bisa jika kamu berpikir kamu bisa”. Kata-kata magis
ini awalnya menjadi judul buku legendaris karangan Norman Vincent Peale. Pesan
dari kata-kata tersebut tampak jelas, yaitu jika kita senantiasa berpikir
positif, selalu merajut “mentalitas bisa” (can do attitude), dan senantiasa
membayangkan masa depan dengan sikap optimisme, maka kita bisa menggapai apa
yang menjadi cita-cita kita.
Hal tersebut dapat menjadi landasan umum untuk menjelaskan
Hukum Law of Attraction (Hukum Tarik Menarik). Dalam buku “The Secret” Karangan
Rhonda Byrne, dikatakan bahwa rahasia besar kehidupan adalah hukum tarik
menarik. Hukum tarik menarik mengatakan bahwa kemiripan menarik kemiripan.
Ketika kita membayangkan pikiran-pikiran, maka pikiran-pikiran itu dikirim ke
Semesta, dan secara magnetis pikiran akan menarik semua hal yang serupa, dan
lalu dikembalikan pada sumbernya, yaitu kita.
Dengan kata lain, jika kita selalu membayangkan pikiran yang
negatif – kecewa, gagal, marah, selalu menyalahkan orang lain, frustasi, ragu,
merasa selalu kekurangan – maka gelombang pikiran itu akan memantul ke semesta,
menarik pikiran-pikiran negatif yang serupa, dan lalu mengirim balik dengan
kekuatan penuh kepada sumbernya, yaitu kita sendiri. Perlahan namun pasti,
pikiran semacam ini akan membawa kita dalam lorong gelap tak berujung. Dalam
lorong gelap itulah, spirit optimisme, keyakinan untuk meraih keberhasilan, dan
daya juang untuk merajut imajinasi positif, raib tanpa meninggalkan jejak. Pada
akhirnya berujung pada kesia-siaan hidup.
Itulah mengapa sebagian orang lalu memberi saran agar kita
menjaga jarak dari lingkungan yang dicemari energi negatif. Sayangnya, setiap
hari rasanya kita selalu disergap dengan energi negatif ini. Di jalanan tiap
pagi kita disergap kemacetan yang memantik kita untuk segera mengeluarkan
kemarahan dan umpatan menyalahkan pihak lain. Di kantor, kita acapkali menatap
wajah-wajah sayu yang melakoni pekerjaannya dengan semangat yang kian
sempoyongan. Di sudut lain kita juga tak jarang menemui sang complainer, yang
kerjanya tiap hari hanya mengeluh : mengeluh bos-nya tidak adil-lah, mengeluh
mengapa karirnya tak naik-naik-lah, atau mengeluh mengapa kopi yang disajikan
office boy rasanya terlalu pahit.
Pun, ketika kita pulang ke rumah, dan sejenak membaca berita
di koran serta melihat acara talk show di televisi, isinya kerap selalu sarat
dengan negative news dan gambaran pesimisme yang gelap. Pengamat yang satu
mengkritik ini, pengamat yang lain menyalahkan itu. Pengamat yang lainnya lagi
memberikan gambaran masa depan bangsa yang seolah-olah akan jatuh dalam
kegelapan abadi.
Begitulah. Ketika segenap atmosfer kehidupan di sekitar kita
telah dipenuhi dengan energi negative, dan ketika berderet narasi tentang masa
depan yang muram selalu menari di hadapan kita, maka apa yang sesungguhnya
mesti kita lakukan? Kita tentu tak boleh membiarkan diri kita larut didalamnya,
sebab itu artinya hanya akan membuat kita terpelanting dalam kubangan nasib
yang penuh ratapan dan sembilu kepedihan yang tak berujung.
Ada baiknya kita renungkan sebuah ungkapan bagus dari buku
“The Secret“ berikut : “Kita tak dapat menolong dunia dengan berfokus pada
hal-hal negatif. Ketika kita berfokus pada peristiwa-peristiwa negatif, maka
kita bukan saja menambahnya, namun juga mendatangkan lebih banyak hal negatif
ke dalam hidup kita sendiri.” Pada bagian lain di buku tersebut, Rhonda Byrne
mengungkapkan bahwa pikiran yang sedang kita bayangkan saat ini sedang
menciptakan kehidupan masa depan kita. Apa yang paling kita pikirkan atau
fokuskan akan muncul sebagai hidup kita. Pikiran kita akan menjadi sesuatu. Nah
oleh karena itu, sekali lagi harus kita tekankan dalam diri kita bahwa apa yang
kita pikirkan akan menarik pikiran-pikiran yang serupa dan kemudian memantulkannya
kembali pada kita.
Demikianlah, jika yang mendominasi bayangan dan pikiran kita
adalah hal-hal yang negatif – kecewa, gagal, marah, selalu menyalahkan orang
lain, frustasi, ragu, merasa selalu kekurangan – maka gelombang pikiran itu
akan memantul ke semesta, menarik pikiran-pikiran negatif yang serupa, dan lalu
mengirim balik kepada kita
Sebaliknya, jika pikiran kita dipenuhi dengan visualisasi
yang sarat dengan energi positif – tentang semangat hidup, tentang keyakinan
untuk merengkuh sejumput keberhasilan, tentang kelimpah-ruahan, tentang
kegairahan optimisme yang meluap, tentang ucapan syukur yang tak pernah
berhenti mengalir – maka jejak kehidupan pasti akan membawa kita lebur dalam nirvana
kebahagiaan yang hakiki.
Karena itulah, para pakar motivasi senantiasa menganjurkan
kita untuk selalu merawat otak dan pikiran kita agar selalu berada pada ranah
yang positif. Visualisasi dan luapan energi yang positif, dengan kata lain,
perlu terus digodok dan diinjeksikan kedalam segenap sel saraf otak kita. Sebab
dengan itulah, sketsa indah tentang keberhasilan dan kebahagiaan bisa mulai
dilukiskan dengan penuh kesempurnaan.
Sesungguhnya, ide tentang korelasi antara spirit hidup yang
positif dengan level keberhasilan individu pernah dielaborasi secara ekstensif
oleh para akademisi jauh sebelum buku Law of Attraction yang menggemparkan itu
terbit. Martin Seligman adalah salah satu tokohnya. Tokoh yang acap disebut
sebagai Bapak Psikologi Positif ini, melalui bukunya yang bertajuk Learned
Optimism telah memberikan elaborasi yang solid tentang betapa spirit optimisme
dan pola pikir positif amat berpengaruh terhadap keberhasilan hidup.
Pertanyaannya sekarang adalah : bagaimana caranya agar
perjalanan hidup kita selalu diselimuti oleh energi positif dan spirit
optimisme yang menghentak serta terus mengalir.
Salah satu cara yang populer adalah melalui teknik
visualisasi positif (saya akan mengulas teknik ini dalam tulisan berikutnya).
Cara lain yang praktis mungkin adalah ini : tenggelamkan diri kita dalam
lingkaran pergaulan atau komunitas yang memiliki visi hidup positif. Mungkin
kita bisa memulainya dari lingkungan terdekat, keluarga. Siramilah segenap
interaksi dalam keluarga kita dengan energi positif, rajutlah komunikasi yang
produktif dengan pasangan hidup kita (dan bukan membanjirinya dengan aneka
keluhan seperti : Aduh Mama, kenapa lauknya asin banget? Atau : Mama gimana
sih, kok celana dalam saya ndak ada yang kering?). Lalu, limpahilah jua
anak-anak kita dengan pujian dan apreasiasi (dan bukan dengan rentetan kalimat
negatif seperti : kenapa rapormu jelek, kenapa nilai matematika si Andi lebih
baik dari kamu, dst).
Lalu, bangun pula persahabatan dengan insan-insan yang
selalu mampu menebarkan nyala kegigihan dalam setiap jejak langkahnya. Tebarkan
interaksi dengan mereka yang selalu bisa memekarkan keyakinan untuk merengkuh
keberhasilan; dan bukan dengan pribadi yang hanya bisa meletupkan energi
negatif. Dan bentangkan sayap pergaulan kita dengan mereka yang selalu melihat
masalah sebagai sebuah tantangan yang pasti bisa dituntaskan – dan tidak dengan
orang-orang yang hanya menabur komplain, saling-menyalahkan dan mengeluarkan
sembilu keluhan tanpa ujung.
Pada sisi lain, mungkin ada baiknya juga jika kita melimpahi
hidup dengan bacaan dan pengetahuan yang inspiratif, menyegarkan serta mampu
membawa pencerahan. Bacaan itu bisa kita gali dari buku-buku, majalah atau
blog-blog bermutu. Pengetahun yang inspiratif ini barangkali dapat menopang dan
membantu kita dalam merajut etos hidup yang dilimpahi oleh energi positif.
Pada akhirnya mesti dikatakan bahwa jalan menuju
surga kebahagiaan sungguh merupakan jalan yang terjal nan berliku. Namun selalu
hadapilah jalan yang panjang itu dengan sikap hidup positif, dengan spirit
optimisme, dengan keyakinan yang menggumpal, dan dengan limpahan rasa syukur
yang mengalir tanpa henti. Juga dengan lantunan doa yang khusyu’ tanpa henti
pada Sang Ilahi. Percayalah, seribu malaikat pasti akan selalu mendengar doa
yang kita bisikkan siang dan malam itu.
Sumber : https://bdiyogyakarta.kemenperin.go.id/blog/post/2019/10/2/49/bagaimana-hukum-law-of-attraction-bekerja-
Komentar
Posting Komentar