Senyum Di Ambang Kematian
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Bisma Gugur |
Oleh: Ki Rusman
JAUH sebelum Baratayudha, Drona pernah mengajak Kurawa dan
Pandawa berlatih perang di tepi sungai Gangga. Tapi sial, Drona terpeleset dan
jatuh ke sungai. Seekor buaya mengejarnya.
"Ee .. lolee, tolong nggeer ..!"
Di tengah kebingungan semua orang, Arjuna bertindak cepat.
"Jleb ..jleb !"
Lima anak panah serentak tertancap di tubuh buaya. Atas
kejadian itu Arjuna menerima hadiah mantra panah Bramashira. Sebuah senjata
gaib yang hanya datang jika dipanggil.
Meskipun anaknya, yakni Aswatama merengek-rengek, tapi Drona
tak perduli. Baginya hanya Arjuna, sesuai pesan gurunya dulu. Senjata itu tak
akan ada artinya di tangan orang yang tidak tepat.
Konon menurut kisahnya hanya empat orang yang mampu
memanggil panah Brahmasira, ialah Bisma, Drona, Kerpo dan Karno. Semua adalah
murid Sang Maharesi Ramabargowo.
Kini di tangan Arjuna, tuah Brahmashira menjadi
berlipat-lipat. Arjuna mendapat tambahan dari Batara Brahma berupa busur
Gandewa dan kanthong pusaka. Kelebihannya anak panah yang tersimpan di kanthong
pusaka itu tak habis-habis jika dipanahkan.
Demikianlah, menjelang Baratayudha hari ke-10, Kurawa
mengumumkan Senopati Agung yang akan maju adalah Begawan Bisma. Maka Kresna
meminta Arjuna menyiapkan mantra Panah Brahmashira dan Hardodedali bagi
Srikandi. Ketika Arjuna nampak ragu, Kresna berkata keras:
"Mokal lamun si Adi tak tahu watak Kresna. Jika kalian
tak sanggup maka tak perlu lagi ada Pandawa. Aku sendiri yang akan menandingi
mereka."
Dengan kecut Arjuna mengangguk hormat pada kakak iparnya.
***
Hari itu, di tengah riuhnya peperangan Kresna melarikan
kereta mendekati sepak terjang Bisma. Disuruhnya Arjuna dan Srikandi turun dan
menyelesaikan tugasnya.
"Wauto ..!"
Bisma yang melihat kehadiran Srikandi menjadi lungkrah.
Eling-eling ia pernah menggenggam janji suci dengan sang kekasih Dewi Amba,
maka bagi Bisma sekaranglah saatnya.
Dibayangkannya putri Giyantipura (Kasi) yang sempat mencuri
hatinya. Semua lagak laku mendiang Dewi Amba itu ternyata ada pada Srikandi.
Tatapan matanya yang berani, sledat-sledotnya, wajahnya yang mbesengut saat tak
sesuai. Oh .., mengapa seakan ia ada di depanku lagi? Bismapun termangu-mangu.
Di saat itulah, suara Kresna menhentak bagaikan petir.
"Cepat Srikandi !"
Kontan Hardodedali di tangan Srikandi meluncur.
"Weet .. jleeb ...!"
Anak panah itu tertanam di pundak Bisma. Namun lelaki tua
itu masih tetap berdiri.
"Heh, Yayi Arjuna, sekarang giliranmu !" Bentak
Kresna lagi. Namun Arjuna yang bersembunyi di belakang Srikandi belum bereaksi.
"Hai bocah bagus, Permadi sang Senopati agung,
lihatlah. Ribuan prajuritmu bosah-baseh terkena amukan resi Bisma !"
Kali ini suara Kresna itu ibarat badai di telinga Arjuna.
"Wut .. wut .. wuuut !"
Ratusan Brahmashira memberondong tubuh Bisma. Busur Gendewa
dan Kanthong Pusaka seperti mata air yang tak henti-henti mengeluarkan anak
panah.
Tak ampun lagi tubuh Begawan Talkanda itu terajam panah
bagaikan seekor landak.
"Auch .. trim trima .. kasih Arjuna cucuku !"
Orang tua itu tersenyum, tubuhnya terguling lemas tersangga
oleh ratusan anak panah yang masih menancap.
"Thong thong thong ... !" suara kentongan raksasa.
Seketika perang dihentikan. Kurawa dan Pandawa mengerubung.
Arjuna menangis sambil tak henti-henti meminta ampun. Senyum Bisma, tangannya
mengelus wajah sang cucu.
Sore itu Kurawa dan Pandawa bekerja sama membangun kemah
eyangnya. Tubuhnya tak bisa dipindahkan kemana-mana. Ia bagaikan tidur berkasur
dan berselimutkan anak panah.
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar