Secara harfiah, kata bully berarti menggertak dan mengganggu orang yang lebih lemah. Istilah bullying kemudian digunakan untuk menunjuk perilaku agresif seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap orang atau sekelompok orang lain yang lebih lemah untuk menyakiti korban secara fisik maupun mental. Bullying bisa berupa kekerasan dalam bentuk fisik (misal: menampar, memukul, menganiaya, menciderai), verbal (misal: mengejek, mengolok- olok, memaki), dan mental/ psikis (misal: memalak, mengancam, mengintimidasi, mengucilkan) atau gabungan di antara ketiganya
Berdasarkan definisi tersebut, bullying terjadi karena dua hal: pertama, adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku bullying yang lebih kuat dan target(korban) yang lebih lemah. Ketidakseimbangan kekuatan ini bisa berupa ukuran badan, kekuatan fisik, jumlah pelaku versus korban, kepandaian bicara, gender (jenis kelamin), status sosial, dan perasaan lebih superior. Unsur ketidakseimbangan kekuatan dan intensitas yang berulang-ulang inilah yang membedakan bullying dengan bentuk kekerasan lainnya. Dalam konflik antara dua orang atau antar kelompok yang kekuatannya sama (termasuk tawuran massal antar pelajar), masing-masing memiliki kekuatan berimbang dan memiliki kemampuan untuk saling menyerang atau menawarkan solusi dan kompromi untuk menyelesaikan masalah. Dalam kasus bullying, ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku bullying dan korbannya menghalangi keduanya untuk menyelesaikan konflik mereka sendiri, sehingga perilaku kekerasan ini terjadi berulang-ulang. Dengan demikian, penyelesaian bullying perlu kehadiran pihak ketiga. Sebagai contoh, seorang siswa yang mendapat perlakuan bullying dari teman sekolahnya yang lebih kuat, perlu bantuan orang dewasa seperti guru atau orangtua untuk menolongnya. Kedua, adanya penyalahgunaan ketidakseimbangan kekuatan tersebut untuk kepentingan pelaku dengan cara mengganggu, menyerang secara berulang kali, atau dengan cara mengucilkan orang lain. Kepentingan tersebut bisa berupa keinginan untuk menunjukkan kekuasaan atau superioritas, kepentingan ekonomi, atau hanya sekedar memenuhi kepuasan diri melihat orang lain tunduk padanya.
Bullying dapat terjadi di lingkungan mana saja di mana terjadi interaksi sosial antar manusia, antara lain di sekolah (school bullying), kampus, tempat kerja (workplace bullying), dunia maya (cyber bullying), lingkungan politik (political bullying), lingkungan militer (military bullying), dan lingkungan masyarakat (preman, geng motor). Dalam hal ini, bullying di sekolah adalah kasus yang sering dilupakan. Padahal, bullying di sekolah dapat menyebabkan efek yang sangat serius baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang bagi para korbannya. Dalam jangka pendek bullying dapat menimbulkan perasaan tidak aman, takut pergi ke sekolah, merasa terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau bahkan menderita stress yang dapat berakhir dengan bunuh diri bagi si korban. Sedangkan dalam jangka panjang, korban bullying. dapat menderita masalah gangguan emosional dan perilaku (Indonesian Anti-Bullying, http:// id.wordpress.com/tag/bullying/).
Mengapa kasus bullying di sekolah ini kurang banyak mendapat perhatian hingga akhirnya jatuh korban?
Pertama,
efeknya tidak tampak secara langsung, kecuali bullying dalam bentuk kekerasan fisik. Ini pun sebagian besar tidak terendus karena banyak korban yang tidak mau melaporkan kekerasan yang dialaminya, entah karena takut, malu, diancam atau karena alasan-alasan lain.
Kedua,
Banyak kasus bullying yang secara kasat mata tampak seperti bercandaan biasa khas anak-anak sekolah atau remaja yang dikira tidak menimbulkan dampak yang serius. Ejekan-ejekan dan olok-olokan verbal termasuk dalam kategori ini. Banyak orangtua dan guru yang mengira bahwa teguran saja mungkin sudah cukup untuk menyelesaikan bercandaan bocah-bocah itu. Padahal luka psikis dan emosional yang dialami korban kekerasan verbal itu jauh lebih dalam dan menyakitkan.
Ketiga,
Sebagian orangtua dan guru masih belum memiliki pengetahuan yang memadai mengenai bullying dan dampaknya bagi kehidupan anak. Sehingga sebagian orangtua dan guru benar- benar tidak tahu bahwa ada masalah serius di sekitar mereka.
Sebagaimana disebutkan di di atas bahwa dalam jangka pendek, bullying dapat menimbulkan perasaan tidak aman, terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau menderita stress yang dapat berakhir dengan bunuh diri. Dalam jangka panjang, korban bullying dapat menderita masalah emosional dan perilaku.
Efek jangka panjang bullying bisa jadi tidak disadari baik oleh pelaku, korban, maupun guru dan orangtua. Karena dampaknya lebih bersifat psikis dan emosi yang tidak terlihat dan prosesnya sangat perlahan, berlangsung lama dan tidak langsung muncul saat itu
Sumber : di sadur dari Tulisan Ahmad Baliyo Eko Prasetyo alumnus FPSB UII
Komentar
Posting Komentar