Catatan Mumtazahmah
Bahasa Jawa merupakan bahasa atau budaya masyarakat Jawa,
bahasa Jawa kini sedikit demi sedikit mulai luntur dan tergantikan oleh bahasa
yang tren di dunia pasaran dalam perkembangan globalisasi saat ini. Belum lagi,
tantangan yang menuntut kecakapan bahasa asing, entah Inggris, Korea, atau
Mandarin.
Seiring perkembangan ini bahasa Jawa akan semakin buram jika
kita sebagai masyarakat Jawa tidak melestarikan bahasa kita sendiri. Kebanyakan
anak muda saat ini
lebih memilih memakai
bahasa Indonesia atau bahasa Inggris maupun bahasa keren lainnya dalam dialog
sehari-hari, bila di bandingkan dengan menggunakan bahasa budaya nya
sendiri,yaitu bahasa Jawa. Sehingga saat ini bahasa Jawa sudah sangat tergeser
oleh hadir nya globalisasi. Bahkan sangat Jarang anak muda menggunakan bahasa
budaya nya sendiri. Bahkan, saat ini, di pelosok desa bahasa Jawa juga
mengalami krisis.
Dengan kata lain, bahasa Jawa tak lagi sebagai sumber
linguistik generasi muda. Dengan perkembangan teknologi dan lain sebagainya,
kini anak muda lebih suka mengucapkan yes atau okay ketimbang inggih. Bahkan,
mereka sudah terjajah dengan dunia alay, seperti halnya pada nyanyian yang
sedang tren-tren saat ini, ketimbang nyanyian lagu bahasa Jawa, mereka lebih
memilih lagu yang lagi tren yang sangat popular,kita sebagai masyarakat Jawa harus melestarikan budaya kita
agar tidak tergeser seiring dengan datangnya globalisasi, ter utama bahasa Jawa
bagi mereka yang tinggal di Pulau Jawa.
Oleh karena itu, generasi muda suku Jawa sudah seharusnya
melestarikan bahasa Jawa demi kelangsungan dan tetap terjaganya bahasa Jawa di
Pulau Jawa. Apalagi, bahasa Jawa merupakan bahasa budi yang menyiratkan budi
pekerti luhur, atau merupakan cerminan dari tata krama dan tata krama berbahasa
menunjukkan budi pekerti pemakainya. Dalam penggunaannya, bahasa Jawa memiliki
aksara sendiri, yaitu aksara jawa, dialek yang berbeda dari tiap daerah, serta
Unggah-ungguh basa (etika berbahasa Jawa) yang berbeda. Bahasa Jawa dibagi
menjadi tiga tingkatan bahasa yaitu ngoko (kasar), madya (biasa), dan krama
(halus). Dalam tingkatan bahasa ini, penggunaannya berbeda-beda sesuai dengan
lawan yang yang diajak berbicara. Sehari-hari, ngoko digunakan untuk berbicara
dengan teman sebaya atau yang lebih muda, madya digunakan untuk berbicara
dengan orang yang cukup resmi, dan krama digunakan untuk berbicara dengan orang
yang dihormati atau yang lebih tua.
Oleh sebab itu, bahasa Jawa memiliki etika bahasa yang baik
untuk digunakan dan mencerminkan karakteristik adat budaya Indonesia sebagai
bangsa timur. Bahasa Jawa yang dulu merupakan bahasa yang besar, dengan
ber-tambahnya waktu, penggunaannya semakin berkurang. Saat ini para kaum muda
di Pulau Jawa, khususnya yang masih di usia sekolah, sebagian besar tidak
menguasai bahasa Jawa. Hal ini bisa disebabkan oleh gencarnya serbuan beragam
budaya asing dan arus informasi yang masuk melalui bermacam sarana seperti
televisi dan lain-lain.
Pemakaian bahasa gaul, bahasa asing, dan bahasa seenaknya
sendiri (campuran Jawa-Indonesia Inggris) juga ikut memperparah kondisi bahasa
Jawa yang semakin lama semakin surut. Betapa tidak, saat ini murid tingkat
sekolah dasar hingga sekolah menengah yang mendapatkan pelajaran bahasa Jawa
sebagian besar dari bangku sekolah. Sementara pelajaran bahasa Jawa yang
dulunya merupakan pelajaran wajib sekarang sudah mulai dihilangkan dari daftar
matapelajaran sekolah. Meskipun ada, jam mata-pelajarannya juga sangat sedikit,
hanya 2 X 45 menit dalam seminggu, sedangkan penggunaan bahasa Jawa di
lingkungan rumah pun tidak lagi seketat seperti di masa-masa dulu. Orang tua
tidak lagi membiasakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari untuk
berkomunikasi di keluarga. Sebagian besar malah mengajarkan bahasa Indonesia atau
bahasa asing kepada anak-anak mereka. Bahasa Jawa, apalagi bahasa Krama Inggil
pun semakin terabaikan.
Kita sebagai generasi harus senantiasa melestarikan budaya
daerah kita sendiri. Upaya ini penting agar bahasa Jawa tetap terlestarikan
sebagai bagian tidak terlepaskan dari kekayaan bahasa di TanahAir. kita sebagai
masyarakat Jawa tidak boleh menganggap bahasa daerah, seperti bahasa Jawa
adalah bahasa kampungan atau murahan. Justru, bahasa tersebut adalah budaya
yang tidak ternilai. Semakin jauhnya generasi saat ini dengan bahasa daerah
akan mengancam kelestarian budaya kita. Ini mestinya menjadi keprihatinan dan
tanggung jawab kita bersama. sudah lama suku Jawa mengalami krisis budaya, di
mana generasi mudanya banyak yang tak mampu berbahasa Jawa, baik ngoko,kromo
ataupun kromo inggil. Terutama di kota-kota besar. Hal ini karena faktor orang
tua yang kurang peduli dengan budaya Jawa yang merupakan budayanya sendiri.
kalau begini caranya, bukan tidak mungkin dalam kurun waktu 50 tahun lagi yang
akan datang, tidak ada lagi generasi di pulau Jawa yang mampu berbahasa Jawa.
Kondisi tersebut juga kian diperparah dengan adanya
pandangan generasi muda terhadap bahasa Jawa. Mereka menganggap bahasa Jawa
adalah bahasa orang-orang desa, orang udik, orang-orang pinggiran, atau
orang-orang zaman dulu. Mereka mengaku malu dan gengsi menggunakan bahasa Jawa
dan memilih menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa gaul. Banyak pemuda Jawa
yang tidak dapat berbicara menggunakan bahasa Jawa, namun mengerti jika diajak
berbicara menggunakan bahasa Jawa. Ini disebabkan sejak kecil mereka telah
dibiasakan berbicara bahasa Indonesia oleh keluarganya.
Adanya krisis budaya ini sebenarnya merupakan tanggung jawab
semua orang tua Jawa. Seharusnya merekapun wajib menggunakan bahasa Jawa di
rumah. Minimal bahasa Jawa ngoko. Lebih baik lagi bahasa Jawa kromo dan kromo
inggil. Sebenarnya ada bahasa Jawa yang lebih tinggi dan lebih sulit lagi,
yaitu bahasa Jawa Kuno. Karena tidak di lestarikan bahasa Jawa kuno ini pun
tergeser seiring dengan perkembanagan zaman. Boleh dikatakan bahasa Jawa Kuno
ini sudah lenyap. Jadi, begitupun dengan bahasa Jawa ngoko, kromo, dan juga
inggil. jika bahasa Jawa ngoko,kromo dan kromo inggil tidak diajarkan kepada
anak-anak sejak usia dini, maka sekitar 50 tahun lagi, bahasa Jawapun akan
lenyap dari permukaan bumi.
Lunturnya bahasa Jawa membuat kualitas budi pekerti dan tata
krama para pemuda di Jawa semakin menurun. Karena cenderung tidak bisa
berbahasa Jawa halus mereka lebih memilih berbahasa Indonesia yang dianggap
lebih mudah.
Maka dari itu, pendidikan berbahasa Jawa yang baik dan benar
perlu ditanamkan sejak dini supaya bahasa Jawa tetap terjaga kelestariannya dan
karakteristik mayarakat suku Jawa yang dikenal berbudi luhur dan memiliki tata
krama yang baik tetap terjaga..
Oleh karena itu, semua orang tua Jawa, bertangguungjawab
untuk melestarikan bahasa Jawa. Dengan cara mengajarkan anak-anak nya dengan
cara memakai bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari.
Sumber : https://blog.unnes.ac.id/darmayunita/2017/12/03/krisis-bahasa-jawa-mk-bentang-masyarakat-jawa-smt-1/
Komentar
Posting Komentar